Menggerakkan Revolusi dengan Sepeda Bambu

Indobot Update

Menggerakkan Revolusi dengan Sepeda Bambu
Menggerakkan Revolusi dengan Sepeda Bambu

Manusia telah memanfaatkan bambu selama lebih dari 5.000 tahun. Bambu merupakan tanaman yang tumbuh cepat dan paling regeneratif di bumi, dan tersedia secara luas. Umur tebangnya relatif pendek, antara 3-5 tahun, dan tidak memerlukan penanaman kembali. Di sisi material, bambu ini bersifat lokal, terbarukan, mudah di bentuk dan fleksibel. Bambu lebih sering digunakan dalam tekstil, lantai, furnitur dan sekarang bahkan sepeda.

[lwptoc]

Singgih Susilo Kartono pertama kali di akui oleh radio ‘Magno’ pemenang penghargaannya pada tahun 2004 di  sebuah radio kayu bergaya retro buatan tangan pengrajin di Temanggungnya, Jawa Tengah, masing-masing radio satu buah.

Asal Usul Spedagi

Spedagi, sepeda yang terbuat dari bambu, juga merupakan produk yang lahir dari kerajinan tangan. Mengambil namanya dari ‘sepeda pagi’, yaitu siklus pagi, hal itu terinspirasi dari siklus pagi, Singgih sendiri untuk menurunkan kolesterolnya yang pada gilirannya mulai tertarik pada desain sepeda.

Pada awalnya adanya kekaguman dari Singgih dengan keindahan sepeda bambu karya Craig Calfee, seorang desainer sepeda profesional di USA di mana sepeda tersebut di gunakan oleh Greg Lemond, pemenang Tour de France tiga kali. Material bambu dan proses kerajinan tangan dapat menghasilkan karya dengan fungsi dan keindahan yang seimbang,” ungkap sang desainer yang terinspirasi.

Baca Juga Semarang Punya Sepeda Listrik dengan IoT Tracker

Setelah membaca lebih lanjut, dia menemukan keunggulan baru dari tanaman poaceae: “Bambu adalah bahan penyerap getaran terbaik di bandingkan semua bahan lain yang di gunakan untuk membuat sepeda selama ini. Saya menyadari, tentu tidak mudah mendapatkan bambu di Amerika. Karena kelangkaannya, Craig dapat melihat atribut khusus dari bahan alami ini. Ini sangat memukul saya, karena bambu sangat melimpah di daerah tempat tinggal saya. Kedekatan dan kelimpahan justru dapat menciptakan ‘rabun jauh’, membuat kita tidak mengenali hal-hal khusus di sekitar kita. Jadi, Singgih memutuskan untuk mulai merancang dan membuat sepeda bambu.”

Dengan demikian, fase desain Spedagi dimulai pada awal 2013, dan produksi dimulai pada akhir 2014, dengan perbaikan terus-menerus pada desain teknis.

Proses Pembuatan Spedagi

Setelah melalui banyak pengujian, akhirnya di temukan bahan utama dengan menggunakan bambu petung atau bambu raksasa (Dendrocalamus asper), jenis bambu terkuat dengan diameter besar dan dinding tebal yang memungkinkan untuk membuat rangka tabung dengan ukuran yang seragam. Singgih juga menggabungkannya dengan sambungan logam untuk memberikan stabilitas dan kekuatan yang baik, tetapi memutuskan untuk tidak memadukan serat karbon untuk meminimalkan bahan impor.

Baca Juga Monitoring Sistem Energi Alternatif dengan Internet of Things

Singgih mengaku membuat sambungan logam juga tidak mudah karena tidak ada industri logam di sekitarnya. Pada akhirnya, ia mengadopsi keterampilan logam dan menyelesaikannya di bengkel las dan bengkel bodi mobil. Meskipun teknologinya belum sempurna, standar kualitas tinggi yang terjamin dari batasan dan lokalitas, adalah yang melahirkan orisinalitas.

“Produk sepeda seharusnya melalui pengujian laboratorium untuk mengukur kekuatannya, tetapi desa saya jauh dari fasilitas semacam itu. Jadi, saya harus melakukan tes sendiri. Rangkanya patah dan retak beberapa kali, mendorong saya untuk beralih dari sambungan serat-resin ke sambungan logam. Rangka Spedagi akhirnya diuji di laboratorium untuk pertama kalinya pada tahun 2017 di Jepang, lulus uji. Di tahun yang sama, beberapa kenalan pesepeda mulai melakukan tes mengemudi jarak jauh. Spedagi di gunakan untuk perjalanan bersepeda dari Jakarta ke Temanggung, menempuh jarak 450 km.” kata Singgih. Sejak itu, sepeda dorong yang di produksi pabrik telah mencapai tonggak jarak jauh lainnya: Paris-Brest-Paris pada 2019 (1200km), Banda Aceh-Bali pada 2022 (3700km), dan Jakarta – Nusa Tenggara Timur (2000 km) pada Januari 2023.

Fleksibilitas bambu, jika di bangun ke dalam bingkai dengan baik, memberikan kenyamanan bersepeda yang luar biasa. Testimonial dari pengendara sepeda aktif, terbiasa dengan serat karbon terbaiknya, menyatakan bahwa rangka sepeda bambu jauh lebih nyaman saat di kendarai di jalan bertekstur kasar atau tidak rata.
Di atas semua itu, sepeda bambu menghadirkan estetika yang ramping dan unik, membuat Spedagi mendapatkan Penghargaan Emas bergengsi di Good Design Japan 2018, mendapatkan ketenaran di seluruh dunia dari Amerika Serikat hingga Eropa. Presiden Joko Widodo bahkan sempat mengajak Spedagi berkeliling bersama Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, di kawasan Kebun Raya Bogor.

Jenis Bambu yang DIgunakan

Ada empat jenis sepeda bambu yang rutin diproduksi, yakni Dalanrata (road bike), Dwiguna (hybrid bike), Rodacilik (minivelo), dan Gowesmulyo (joybike/sepeda kota). Saat ini, Singgih sedang merancang model Spedagi yang lebih terjangkau bernama GORo (Gotong Royong), yang prototipe-nya di luncurkan pada acara KTT G20 di Bali. Singgih ingin sepeda bambu menjadi sepeda rakyat, dan wahana tumbuhnya gerakan sosial yang berkontribusi dalam peningkatan taraf hidup.

Pengembangan Spedagi menjadi lebih dari sekadar pembuatan sepeda ini menciptakan industri berbasis sumber daya yang berkelanjutan di desa Singgih, membantu mengatasi salah satu masalah terbesar yang di hadapi desa: ‘brain drain’. Ia menjelaskan, “Desa tidak maju dan berkembang antara lain karena hilangnya generasi terdidik dan terampil yang memilih tinggal dan bekerja di kota. Saya kemudian menyadari bahwa sepeda bambu ini sebenarnya bisa menjadi “magnet”, yang berpotensi sebagai alat transformasi sosial.

Situasi ini kemudian melahirkan Gerakan Spedagi, sebuah gerakan sosial yang fokus pada isu Revitalisasi Desa. Sepeda bambu Spedagi adalah metafora dan simbol yang sangat baik untuk gerakan ini: Bukan karena bahannya jelek. Tapi cara pandang kita terhadap bahan (bambu) yang salah; ini sama dengan perspektif kita tentang desa. Desa yang sebenarnya adalah komunitas dengan desain yang maju, tetapi perspektif kita tentang desa telah membuatnya terabaikan. Makanya perlu revitalisasi desa,” kata Singgih yang sejak 1995 bekerja di desa kelahirannya di Kandangan, Temanggung, Jawa Tengah. Dia sangat percaya bahwa masa depan kita terletak di desa-desa ini.

Anda yang tertarik mengendarai salah satu sepeda bambu ini bisa mengikuti Tour Sepeda Spedagi. Selain menaiki sepeda bambu, tour ini mengajak peserta untuk bisa melihat desa dari dua sisi. Peserta tidak hanya di ajak menikmati keindahan desa namun melihat secara langsung potensi dan permasalahan yang di hadapi masyarakat desa.

Ingin Tahu Program Kami Lebih Lanjut?

Silahkan isi Formulir Dibawah Ini untuk Diskusi dengan Tim Indobot Academy.

Baca Juga

Bagikan:

Tinggalkan komentar

whatsapp whatsapp